PEKAN lalu Devildice
band asal Bali, selama dua kali
berturut-turut, Minggu (7/10) lalu mereka berlaga di JEC, pada gelaran
Kustomfest. Sehari setelahnya band yang dikomandoi Jerinx (JRX) yang
juga
merupakan drummer Superman Is Dead ini menggelar Private Show di Oxen
Free, Jln
Sosrowijayan. Band yang memainkan Punk Rock ini sebenarnya sudah berdiri
sejak
1997 di Kuta, Bali.
Devildice yang
dibentuk oleh JRX (gitar/vokal) dan Kuzz
(bass) ini awalnya bernama Culture On Fire. Mereka sepakat untuk menjadi
band
cover version yang melantunkan tembang-tembang milik Social Distortion,
band
rock n roll punk idola mereka. Setelah dibantu oleh beberapa kawan yang
mengisi
posisi drum dan gitar, Culture On Fire semakin rajin meramaikan
acara-acara
musik yang bersifat underground di Bali.
Kesibukan JRX yang
juga drummer dan penulis lagu untuk
Superman Is Dead (SID) membuat Culture On Fire semakin terproyeksi
menjadi band
yang bisa dikatakan 'agak kurang serius' dalam berkarir, dan mereka
nyaman
dengan status band cover version.
Tahun 2002, Jerinx
menyadari ia punya banyak stok lagu yang
tidak masuk dalam karakter SID namun bisa ia masukkan ke dalam karakter
Culture
On Fire yang lebih moody. Musisi bernama asli Ary Astina ini pun
memutuskan
untuk lebih serius lagi menjalani proyek band keduanya ini. Culture On
Fire pun
mengalami bongkar pasang personel, hingga melakukan perubahan nama
menjadi
Devildice yang diperkuat oleh JRX, Kuzz, Cash (gitar), T.R (drum) dan
Mr.F
(trumpet)
Tahun 2004, JRX dan
kawan-kawan akhirnya merilis mini album
perdana Devildice bertitel 'In The Arms Of The Angels'. album ini
diproduksi dengan
biaya dan label sendiri. Hingga kini Devildice telah bermain di ratusan
festival musik, baik acara amal, skate, surf, tattoos dan motor di
stadion,
pantai, lapangan, bar/club.
Selain bermusik,
Devildice juga terlibat dalam beberapa
proyek kampanye lingkungan, album kompilasi, skate video, surf video dan
lain
lain. Dalam berkesenian, Devildice banyak dipengaruhi film-film gangster
jaman
dulu, kustom kulture dan eksotisme khas punk tropikal. Album selanjutnya
‘Army
Of The Black Rose’ bermaterikan 12 track
dan dirilis oleh Sony Music. Album ini berkisah tentang banyak hal,
mulai
kehidupan dunia, kekasih, harapan, psikologis, masa lalu dan kesenangan
terangkum dalam album yang semuanya dinyanyikan dengan bahasa Inggris
ini.
Berikut beberapa
cerita dan pesan dibalik lagu-lagu Devildice,
menurut JRX lagu ‘Army Of The Black Rose’ yang dijadikan judul album ini
bercerita
tentang dunia dari kacamata kaum nihilis. Dimana mereka merasa dunia ini
haus
darah, rakus dan kebenaran hanyalah manipulasi teori kebencian. “Mereka
kesepian, sangat kesepian,” ulasnya.
Track selanjutnya
‘Land Of No Angels’ merupakan anthem harapan
untuk remaja-remaja broken home agar selalu ingat bahwa cinta itu ada
dimana
saja, belajar melupakan dan memaafkan adalah krusial. Lagu ‘Diamonds Are
Forever’ merupakan lagu pop yang paling banyak diminati para
penggemarnya, lagu
yang dibantu oleh Sari Nymphea pada vokal, Leo dan Kape Suicidal Sinatra
pada
gitar/kontra bass ini terinsprasi oleh duet Johnny Cash-June Carter.
lagu ini
tentang tak bertemunya dua perasaan yang abadi. “Why? Simply coz hidup
memang
tak pernah sempurna,” tukas JRX.
Kemudian ‘Rock &
Roll City’ yang kerap dijadikan penutup
di setiap pertunjukan Devildice merupakan satu-satunya lagu riang yang
JRX
tulis untuk Devildice. lagu ini ditulis tahun 2004 di Hotel Paragon,
Jakarta.
Menurutnya lagu ini mengingatkannya akan malam-malam panas, penuh
kejutan dan
seringkali menjadi rahasia. “Malam-malam” itulah pencipta lagu ini
sesungguhnya. Saya hanya menikmatinya. Dari ‘belakang’,” ujar JRX.
Di sela-sela santai,
Jerinx bercerita perihal Yogyakarta, isu
kekinian, dan band yang membersarkan namanya. Berikut petikannya:
TR: Apa momen terbaikmu selama menginjak kota Yogyakarta ini?
JRX: ‘Always love
Jogja no matter what’, karakter dan vibe kota ini
sungguh hangat dan membumi. Saya merasa setengah jiwa saya ada di Yogya,
entah
kenapa.
TR: Apa komentarmu tentang skena musik Yogyakarta.
TR: Apa komentarmu tentang skena musik Yogyakarta.
JRX: Bagus adalah
jawaban yang tipikal, maka saya
akan jawab 'sangat sehat'. Bukan tentang seberapa banyak band Yogya yang
sukses
secara nasional, tapi lebih tentang beragam dan eklektik nya skena musik
di
Yogya, juga semangat saling support sesama musisi di Yogya sangat patut
dicontoh oleh kota-kota lain.
TR: Baru-baru ini di Walikota Yogyakarta membuat keputusan yang dianggap masyarakat sebagai pengebirian semangat bersepeda, sebagai musisi yang sering menyuarakan kampanye bersepeda, apa komentarmu tentang ini?
JRX: Saya harap pak
Walikota mengambil keputusan itu bukan karena
iming-iming tender pengadaan proyek, tapi berdasar atas kepentingan yang
lebih
besar, dengan solusi yang lebih baik untuk alam dan nilai-nilai kearifan
lokal
juga, tentunya.
TR: Soal isu
nasional, seberapa penting sih peran musisi dalam
pemberantasan korupsi, bagaimana langkah terbaik sebagai aksi nyata?
JRX: Jika dilakukan
secara konstan dan bersama-sama, saya optimis musisi
dan musik bisa membantu mereduksi budaya korupsi hingga ke titik minim
atau
bahkal nol. Tapi ya itu tadi, harus konstan, bersama-sama, dan yang
paling
penting, kita juga jangan sampai ikut menjadi pelaku. Untuk long-term
goal,
aksi nyata seperti turun ke jalan dan mengedukasi fanbase untuk memusuhi
korupsi
itu signifikan efek nya.
TR: Ibarat anak, apa sih diferensiasi Superman Is Dead dan Devildice?
TR: Ibarat anak, apa sih diferensiasi Superman Is Dead dan Devildice?
JRX: SID itu anak
pertama yang sudah sangat mandiri, punya pekerjaan
yang cukup terhormat dan dibanggakan oleh orangtua nya. Devildice ibarat
anak
paling kecil yang masih suka bertualang, pas-pas an, tapi bahagia karena
tidak
harus bangun pagi (tersenyum).
******
Sosok JRX sebagai
personel dari
Superman Is Dead mungkin sudah banyak dikenal dan ditulis di media-media
besar,
namun di Devildice sosok yang tidak kalah penting dengan JRX adalah
Kuzz.
Lewat obrolan santai,
pencabik bass
Devildice ini bercerita tentang Otomotif, Yogyakarta, dan Superman Is
Dead.
TR: Ceritakan dong tentang mobil
kustom yg kamu koleksi?
Kuzz: saya punya playmouth 1948, Ford tahun 1932 pick up mesin v8 ,dan motor Harley 1994.
Kuzz: saya punya playmouth 1948, Ford tahun 1932 pick up mesin v8 ,dan motor Harley 1994.
TR: Sepanjang manggung bersama Devildice,
acara apa yang menurutmu paling oke?
Kuzz: Acara Jogja Kustomfest 2012 kemarin,
karena main di acara motor custom dan hotroad. Berhubung saya pecinta
motor dan
mobil tua, jadi bisa sharing dan berkumpul dengan kalangan sesama
pecinta
Kustom seluruh Indonesia, sekalian membeli beberapa Part yang saya
butuhkan
untuk Kustom mobil tua saya.
TR: Kalau manggung paling oke dimana, bagaimana ceritanya?
Kuzz: Waktu Devildice main di acara tattoo di Yogya juga, tepatnya di Liquid tahun 2008. Panitianya relay jemput, tapi acaranya semuanya jumping, and pogo, banyak Berandal dari seluruh Indonesia.
TR: Kalau begitu berikan komentarmu tentang
kota Yogyakarta, apa yg paling kamu sukai?
Kuzz: Yogya adalah kota budaya dan istimewa. Orangnya masih ramah dan
sopan, namun
bangunan minimalis sekarang semakin banyak, mengalahkan bangunan tua
yang sarat
dengan history bangsa Indonesia.
TR:
Berikan komentarmu tentang Superman Is Dead
Kuzz: ‘Superman Is Dead is a good band’ yang pernah merangkak dari bawah ke atas. Kita datang dari rumah yang sama, namun dengan gaya dan latar yang berbeda. Saya sama Jerinx lebih ke Americano Style. Mungkin dari daerah pariwisata yang banyak bergaul sama masyarakat internasional, wawasan, pemikiran dan style lebih terbuka.
Kuzz: ‘Superman Is Dead is a good band’ yang pernah merangkak dari bawah ke atas. Kita datang dari rumah yang sama, namun dengan gaya dan latar yang berbeda. Saya sama Jerinx lebih ke Americano Style. Mungkin dari daerah pariwisata yang banyak bergaul sama masyarakat internasional, wawasan, pemikiran dan style lebih terbuka.
FYI: Tulisan ini dimuat di Koran Tribun Jogja, edisi Minggu, (14/10/2012), hanya judulnya yang diganti
SUMBER : THE TRIBUN ROCKERS