Waktu menujukkan pukul 14.30 WIT di handphone saya. Panas terik matahari dan hebusan angin laut terasa di “Warung Pojok” jalan bypass Sanur, Denpasar. Saya bertemu untuk kesekian kalianya dengan penggebuk drum grup band Superman Is Dead,
yang akrab disapa Jerinx. Lelaki bernama lengkap I Gede Ari Astina ini,
menggunakan kaos berwana hitam, bertopi terbalik warna hitam, celana
berwarna biru, memakai kalung dan jam tangan warna silver serta di kedua
tangan, leher dan kakinya terukir tatto berbagai bentuk saat saya temui
23 Maret 2013 kemarin.
Kegelisahan Jerinx terhadap ancaman dan kerusakan lingkungan di tanah
kelahirannya membuat ia dan berbagai koleganya yang terdiri dari
berbagai kalangan tergabung dalam Forum Relawan Tolak Reklamasi
(ForBali) terus memperjuangan tanah Bali agar tetap lestari. Ia cemas
karena Bali terus di rusak hanya karena kepentingan penguasa dan
pengusaha yang serakah dan menjual Bali hanya karena uang. Mongabay-Indonesia
mewawancari Jerinx untuk kedua kalinya, setelah setahun sebelumnya
mewawancarainya tentang kondisi lingkungan di Bali. Berikut petikannya:
Sejumlah punkers ikut mendukung aksi Bali Tolak Reklamasi dalam aksi demonstrasi yang digelar pada awal Oktober lalu di Gedung DPRD Bali. Foto: Ni Komang Erviani |
Mongabay-Indonesia: Bagaimana Bli melihat kondisi lingkungan di Bali saat ini?
Jerinx: Tambah parah kondisi lingkungan di Bali saat ini.
Makin banyak pembangunan hotel yang merusak lingkungan dan ancaman
bencana krisis air di Bali.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana menurut Bli terkait penangkapan empat warga di Bali yang menolak Reklamasi oleh aparat kepolisian?
Jerinx: Saya melihatnya simple saja. Penangkapan itu adalah cara penguasa dan investor untuk menakut-nakuti kami dan desa lainnya.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana tanggapan Bli terkait pernyataan bahwa aksi Bli dan kawan-kawan aktivis lingkungan lain disebut tidak nasionalis dan merusak persatuan bangsa?
Jerinx: Gini saja sekarang, ingin nasionalisme yang
rill, atau nasionalisme palsu. Kita kelihatan bersatu tapi kenyataannya
kita dijajah. Kita kelihatannya baik-baik saja, tapi kita sebenarnya
dijajah bangsa sendiri, dijajah asing secara tidak langsung. Nah,
sekarang mau nasionalisme yang terlihat bersatu tapi nyatanya dijajah
atau nasionalisme yang dilandasi cinta kepada Negara. Secara otomatis,
jika kita cinta sama Negara berarti kita tidak mau dijajah. Salah satu
cara melawan penjajahan ini adalah dengan menyampaikan kebenaran. Dan
itulah tugas aktivis dan LSM yaitu menyampaikan kebenaran. Seberapa
buruknya kebenaran itu harus disampaikan. Ketika kebenaran itu sudah
disampaikan, maka peluang untuk munculnya perubahan yang lebih baik itu
sangat besar. Ketika kebenaran tidak pernah disampaikan dan opini yang
dianggap riskan itu diredam terus maka kita tidak akan pernah
kemana-mana dan tidak akan ada perubahan.
Kawasan wisata Kuta di Bali bagian selatan, yang semakin padat akibat penumpukan investasi dan tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Foto: Aji Wihardandi |
Mongabay-Indonesia: Bagaimana menurut Bli tekait tindakan aparat yang lebih membela penguasa dan pengusaha dibandingkan rakyat/warga Negara ?
Jerinx: Melihat kondisi arapat yang lebih membela penguasa dan
pengusaha dibanding rakyat saya tidak heran sih. Sekarang saja mau
menjadi polisi saja masih ada yang menyogok. Jadi selama masih menghamba
pada sistem, seperti menjadi polisi harus nyogok, artinya kita sudah
menyerah dengan sistem yang korup. Ketika sudah masuk sistem tersebut
dan masuk dengan cara menyerah otomatis ketika bekerja akan masuk juga
ke sistem yang korup tersebut. Nah kalau dikembalikan kenapa polisi di
Indonesia lebih memihak penguasa dan investor ketimbang rakyat? Karena
dari awal mereka juga membela budaya korup.
Mongabay-Indonesia: Menurut Bli, bagaimana pembangunan di Bali yang ideal, yang tidak merusak lingkungan di Bali, bisakah ?
Jerinx: Pada dasarnya saya pribadi tidak anti pembangunan.
Kawan-kawan ForBALI juga tidak anti pembangunan. Namun yang kita minta
itu simple saja, yaitu pembangunan yang benar. Pembangunan yang tidak
melukai struktur sosial masyarakat Bali dan tidak melukai atau merusak
ekologi.
Mongabay-Indonesia: Apa ancaman terbesar di Bali terkait kondisi alam dan lingkungannya kedepan ?
Jerinx: Nah ini, yang saya lihat paling parah di pembangunan
Bali, bisa kita lihat contoh seperti yang ada di Bali selatan. Saat ini
di Bali selatan sudah over populated, namun sampai saat
ini masih dibangun terus. Nah mungkin nanti setelah beberapa tahun,
mungkin sepuluh tahun baru pembangunan pindah ke daerah lain di Bali.
Nah yang saya takutkan, ketika pindah ke daerah lain bukannya belajar
dari kesalahan yang terjadi di Bali selatan namun meniru apa yang
terjadi di Bali selatan. Nah ketika Bali utara sudah over populated
juga dan Bali sudah semakin sempit maka ide-ide reklamasilah yang
kemudian muncul. Memang siapapun perlu uang untuk hidup, tapi jangan
sampai uang itu menghancurkan nurani kita sebagai manusia. Manusia itu
makhluk sosial, kita perlu alam, manusia perlu struktur sosial yang
sehat untuk hidup. Nah sekarang di Bali selatan saya melihat struktur
sosialnya sudah tidak sehat. Kalau Bali lama-kelamaan seperti Bali
selatan semua maka kita hanya bisa menjadi budak di tanahnya sendiri.
Nah jika itu yang terjadi, berarti kita sebagai manusia sudah tidak
bernurani. Lebih mementingkan kapital saja. Jadi jangan sampai kapital
menjadi Tuhan. Bali kan Pulau Seribu Pura dan Pulau Seribu
Dewa, tapi kenapa seolah-olah Bali ini tuhannya hanya satu saja yaitu
uang. Jadi jangan sampai kapitalisme menjadi tuhan di Bali. Itu saja.
Mongabay-Indonesia: Bli juga mulai prihatin terhadap banyaknya tanaman sawit yang merusak hutan dan merusak habitat satwa Indonesia, mengapa ?
Jerinx: Jelas saya tidak setuju terhadap perusakan hutan
menjadi perkebunan sawit. Tapi sekarang yang kita perlukan adalah
solusinya. Sebenarnya pangkal masalahnya satu yaitu korupsi. Karena
semua itu ada perijinannya, hutan boleh dialihkan menjadi perkebunan
sawit atau tidaknya. Tapi karena ada celah-celah yang bisa dibayar
akhirnya hal yang seharusnya tidak terjadi bisa terjadi. Hutan yang
seharusnya dilindungi bisa menjadi kebun sawit. Jadi terkait sawit,
selama yang memegang keputusan itu masih bisa dibayar tentu tidak akan
pernah ada penyelesaiannya.
Mongabay-Indonesia: Apa yang akan dilakukan ke depannya untuk menyelamatkan lingkungan di Bali ?
Jerinx: Saya dan kawan-kawan ForBALI sudah habis-habisan untuk
menyelamatkan lingkungan di Bali. Kita diteror dan segala macamnya.
Kita tidak akan mundur. Bali ini adalah rumah kami. Kami tidak akan
biarkan kekuasaan atau uang menghancurkan rumah kami.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana Bli melihat respon masyarakat Bali sendiri terhadap apa yang dilakukan Bli dan kawan-kawan ForBali saat ini?
Jerinx: Jadi begini, jika menurut analisa saya secara pribadi
melihat respon publik, gerakan menolak reklamasi ini pelan-pelan namun
semakin banyak masyarakat yang sadar. Pendekatannya cukup susah. Kasus
menolak reklamasi ini tidak seperti undang-undang pornografi. Karena
kalau UU Pornografi dikaitkan dengan persoalan religious pasti akan
banyak yang langsung turun ke jalan. Dan gerakan tolak reklamasi ini
popular dikalangan anak muda. Dan itu yang paling penting. Karena
anak-anak muda ini otaknya masih murni. Tidak terpengaruh uang, tidak
terpengaruh kekuasaan. Jadi bisa dibilang secara politik popular juga,
gerakan Bali tolak reklamasi ini sudah menang. Tapi, kita sudah berhasil
meredam. Sebenarnya dua atau tiga bulan bulan seharusnya proyek ini
sudah jalan, tapi sampai saat ini belum. Jadi kekuatan gerakan Bali
tolak reklamasi ini makin diperhitungkan. Dan sudah ada desa lain
seperti Desa Sidakarya mulai ikut menolak dan saya yakin desa-desa lain
akan ikut menolak reklamasi juga. Saya yakin itu.
Mongabay-Indonesia: Ada masukan terhadap masyarakat Bali yang tidak atau belum peduli terhadap kondisi lingkungan atau reklamasi di Bali ?
Jerinx: Buat masyarakat yang masih awam, mungkin ada baiknya
mencari informasi yang seimbang. Saya sarankan cari informasi dari dua
jalur. Dari yang pro dan dari yang kontra. Setalah membaca dari yang pro
dan kontra barulah memakai hati nurani untuk menentukan. Soalnya kalau
saya bilang mereka harus menolak, tanpa mendengarkan penjelasan dari
pihak pro itu kan tidak adil. Jadi lebih baik mencari
informasi, jika ingin tahu berita yang pro bisa dibaca dibeberapa media
yang selama ini pro pemerintah dan untuk kontra bisa dibaca salah
satunya di forbali.org, disana ada penjelasan kenapa kami
menolak reklamasi. Setelah dapat informasi dari keduanya barulah gunakan
nurani untuk memutuskan.
Mongabay-Indonesia: Lalu, menurut Bli terhadap kebijakan
pemerintah Bali terkait dengan akan dilakukan reklamasi dan apa yang
seharusnya dilakukan ?
Jerinx: Untuk pemerintah dan pemimpin di Bali menurut saya
mereka tidak tahu malu. Anak-anak muda di Bali sudah tidak ada pecaya
lagi sama kalian. Dan kami ini adalah calon pemimpin selanjutnya.
Seharusnya kalian sadar. Ketika mayoritas anak muda di Bali mengatakan
tidak setuju dengan reklamasi berarti apa yang kalian lakukan itu tidak
benar.
Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali yang terus terkikis dengan rencana reklamasi. Foto: Ni Komang Erviani |
Mongabay-Indonesia: Bagaimana dukungan terhadap perjuangan ForBali dari OutSIDers dan Ladyroses diberbagai daerah ?
Jerinx: Saya sangat berterima kasih mewakili ForBALI dan
masyakarat Bali yang menolak reklamasi. Kami sangat tersentuh melihat
rasa cinta mereka terhadap gerakan kami. Kami bisa merasakan dukungan
mereka sangat tulus. Tapi saya juga ingin berpesan agar mereka jangan
sampai lupa untuk selalu peka terhadap isu lingkungan dan sosial lainnya
didaerah mereka sendiri juga. Karena pada prinsipnya, apa yang ForBALI
lakukan di Bali ini adalah melawan penguasa dan investor yang rakus. Dan
kami sangat percaya penguasa dan investor yang rakus ada disetiap
provinsi di Indonesia. Jadi masalahnya bukan hanya diBli saja namun
masalah Nasional. Kesakusan dan korupsi. Karena korupsi kan indicator
kerakusan. Harapannya ini bisa ditiru ditiap daerah di Indonesia dan apa
yang dilawan juga relevan dengan daerah kalian. Kami percaya kerakusan
penguasa dan investor ini ada di mana-mana.
Mongabay-Indonesia: Apa tanggapan Bli terkait banyaknya dukungan ForBali dari banyak musisi lainnya ?
Jerinx: Jujur sungguh senang. Dukungan ini memberikan contoh
yang lebih rill lagi, siapa saja musisi yang benar-benar musisi dan
siapa saja musisi yang menjadi robot. Robot disini dalam artian bisa
dibayar dan tidak mempunyai idealisme. Jadi musisi yang ikut mendukung
penolakan reklamasi ini menujukkan bahwa musisi-musisi ini memang punya
citra bagus seperi bang Iwan Fals, Glenn Fredly, Seringai, Sirkus
Barock, artis seperti Happy Salma dan lainnya. Nah, hal ini yang belum
bisa ditiru oleh mereka para penguasa dan investor. Pola penolakan
melalui musik dan seni inilah yang belum bisa mereka tiru. Karena mereka
sepertinya kesusahan mencari musisi yang bisa dibohongi. Karena
sekarang musisi pintar sudah mulai banyak, walau musisi tolol juga masih
ada. Jadi kalau masyarakat jeli, mereka bisa melihat kenapa pemerintah
dan investor belum bisa menggaet musisi dan seniman untuk mendukung
reklamasi ? kenapa justru musisi yang citranya bagus malah menolak
reklamasi. Disinilah kekalahan telak politik penguasa dari kami.
Sumber ; www.mongabay.co.id