24 Feb 2012

Makalah Globalisasi

A.   Pengertian dan Proses Globalisasi
1.      Pengertian Globalisasi
Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang globalisasi, seyogyanya kita harus memahami terlebih dahulu pengertian globalisasi. Kamus Bahasa Inggris Longman Dictionary of Contemporary English, mengartikan global dengan concerning the whole earth. Maksudnya sesuatu yang berkaitan dengan dunia internasional atau seluruh alam jagad raya. Sesuatu hal yang dimaksud disini dapat berupa masalah, kejadian, kegiatan, atau bahkan sikap yang sangat berpengaruh dalam kehidupan yang lebih luas.
Menurut John Huckle, globalisasi adalah suatu proses dengan mana kejadian, keputusan, dan kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi suatu konsekuensi yang signifikan bagi individu dan masyarakat di daerah yang jauh. Sementara itu, Albrow mengemukakan bahwa globalisasi adalah keseluruhan proses di mana manusia di bumi ini diinkorporasikan (dimasukkan) ke dalam masyarakat dunia tunggal, masyarakat global. Karena proses ini bersifat majemuk, kita pun memandang globalisasi di dalam kemajemukan.

Secara ekonomi, globalisasi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sebuah sistem ekonomi global.
Menurut Prijono Tjjiptoherijanto, konsep globalisasi pada dasarnya mengacu pada pengertian ketiadaan batas antar negara (stateless). Konsep ini merujuk pada pengertian bahwa suatu negara (state) tidak dapat membendung “sesuatu” yang terjadi di negara lain. Pengertian “sesuatu” tersebut dikaitkan dengan banyak hal seperti pola perilaku, tatanan kehidupan, dan sistem perdagangan.
Dari beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa “globalisasi” merupakan suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala macam aspek-aspeknya ke dalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar.

Download Selengkapnya  dibawah ini
Makalah Globalisasi

4 Feb 2012

Ini dia Senjata nya REBELLION ROSE !!!

Sebuah band akan di nilai dari musik nya. Tentu, kualitas bermusik menjadi salah satu daya tarik sebuah band. Tapi para pemain musik tersebut tak akan bermain musik tanpa "senjata" (alat musik) mereka. Ini juga berlaku pada REBELLION ROSE ! Alat musik biasa nya di tentukan dari karakter masing-masing player nya.
Berikut kita buka dapur senjata para pejuang REBELLION ROSE ! Ini adalah alat-alat musik yang mereka gunakan dalam penggarapan album FOR ALLIES COMRADES AND ENEMIES
maupun yang mereka gunakan di atas Stage !! YEAAHHH!!!


SINNER USE :
Epiphone Semi Hollow Body

Gitar ini di gunakan dalam semua lagu di Album FOR ALLIES COMRADES AND ENEMIES

 ROMAN USE :
EPIPHONE Les Paul Classic
 
Gitar ini digunakan dalam semua lagu, kecuali Kiss The Mainstream Goodbye, My Only Rose, dan Rebellion's Anthem






 

FENDER STRATOCASTER USA DELUXE SERIES
 
Gitar ini digunakan untuk proyek lagu Rebellion's Anthem, Ponirah, dan Dear Heroes. Gitar ini menghasilkan suara yang tajam tapi terdengar berkilau jernih. Coba saja dengar kan Lead Melody lagu Rebellion's Anthem ! Yeah !!!








PACIFICA 112 J

Gitar ini digunakan dalam proyek lagu Kiss The Mainstream Goodbye.
Ini merupakan gitar dari anak perusahaan Yamaha. Gitar ini sebenarnya milik Fahrul, saat menggarap lagu Kiss The Mainstream Goodbye, Roman mencoba mencari nuansa suara yang lebih tipis dan jernih, tipikal dari Pick Up Single Coil.

Yamaha FX 335

Gitar Akustik ini Senjata nya Roman Dalam Lagu My Only Rose, Kiss The Mainstream Goodbye, dan For Allies, Comrades, and Enemies. Dengarkan Suara Lembut dari Akustik yang satu ini ! Di jamin anda akan terbuai dengan suara renyah dan berisi nya!

  KMX use :

SQUIRE Jazz Bass

Bass ini di gunakan dalam semua penggarapan lagu, Kecuali Bangun Indonesiaku, Bumiku Sahabat Baikku, My Only Rose, Rebellion's Anthem, Ponirah, dan Dear Heroes.





ARIA N768

Digunakan dalam Lagu Bangun Indonesiaku, Bumiku Sahabat Baikku, dan My Only Rose.
 
ERNIE BALL MUSICMAN BASS 
Di gunakan ketika menggarap lagu Rebellion's Anthem, Ponirah, dan Dear Heroes. Dengarkan suara Tebalnya yang menggigit.


KING Use :

SONOR FORCE 1007 Drum Set


 






Dalam kesehariannya King menggunakan Drum Set keluaran perusahaan Sonor tersebut. 


Tama Evans Snare

Selain itu, untuk tambahan, King memakai Snare Tama Evans yang terasa begitu pedas di telinga.




Paiste Cymbal

Tambahan Aksesoris lain adalah Cymbal Paiste.

AMARAH SANG JRX

Saat saya menulis note ini, saya serasa terbakar amarah, rasa tidak terima sekaligus jijik dengan rendahnya kualitas intelektual yg bertebaran congkak tanpa malu di facebook. Jika saya bisa mengalikan diri saya hingga berjumlah jutaan, ingin sekali rasanya mencari satu-satu idiot itu dirumahnya dan menampar mereka di depan ibu nya.

Sebagai seniman saya merasa kebebasan berexpresi saya hendak dilucuti, diturunkan tuk kemudian disamaratakan dengan intelektualitas 'mereka' agar 'mereka' bisa mengerti apa yg saya katakan/lakukan. Dan saya katakan: persetan! Mereka ingin saya memakai bahasa yang mudah dimengerti, ingin agar saya menafikan seni sastra dan mengatakan semuanya dengan literal. Lalu apa bedanya saya dengan seniman-seniman generik plastik yang merajai Indonesia saat ini? Kalian ingin saya menjadi seperti mereka?

Jika kalian tidak mengerti/sepenuhnya paham dengan apa yang saya tulis/katakan (di status FB, twitter, lirik lagu dll), GUNAKAN nalar & imaji mu untuk mengolahnya, atau kasarnya PAKAI OTAK! Tuhan memberi manusia otak untuk digunakan berpikir memecahkan sesuatu yang manusia tidak mengerti, otak bukan cuma untuk meminta. Jika tidak mengerti bahasa Inggris, buka kamus/internet. Perluas wawasan, perbanyak membaca. Jangan manja lalu congkak meminta semuanya itu harus jelas ini A ini B. Ini dunia SENI, dunia yang indah karena misteri dan teka-teki nya, bukan bisnis supermarket yg semua kontrak hitam diatas putih-nya harus jelas.

Apa kalian pikir Chairil Anwar, Soe Hok Gie, WS Rendra dll HARUS menyertakan salinan maksud dari setiap puisi yang mereka tulis? Dimana HORMAT kalian untuk seni sastra?

Saya tidak pernah takut kehilangan penggemar/fans/apapun itu, jika kalian tidak suka dengan apa yang saya tulis saat ini, silakan pergi dan kutuk saya. Yang jelas, saya tidak akan pernah mau merendahkan inteletualitas diri saya demi memuaskan nalar pemalas idiot nan manja kalian!

Kehilangan Adalah Konsekuensi


Akhir-akhir ini beberapa kali saya temui di fanpage ini komentar dari kalian yang intinya mengatakan "dulu saya menyukai JRX, tapi karena JRX sering membicarakan agama, saya jadi tidak menyukainya lagi" atau "saya menyukai JRX karena musiknya, bukan karena pandangannya tentang Tuhan"

Pada intinya, JRX yang ideal bagi 'mereka' adalah JRX yang hanya berbicara tentang musik. Jadi kalau ibaratnya saya ini petani, maka saya hanya berhak berbicara tentang sawah dan harga pupuk. Meski hak hidupnya terancam, para petani hanya boleh teriak tentang sawah dan harga pupuk. Hebat sekali Indonesia ini.

Mereka lupa. Selain musisi, saya juga MANUSIA.

Dan perlu saya tegaskan, saya TIDAK PERNAH membicarakan suatu agama. Saya tidak pernah menyerang suatu agama karena bagi saya, semua agama itu sama dan sejajar. Sama-sama mengajarkan kebaikan dan mencari kedamaian. Yang saya bicarakan adalah SIKAP MANUSIA yang kejam dan sombong dalam MENERJEMAHKAN agama.

Ini tentang manusia nya, bukan tentang agama nya. Ini bukan tentang kesalahan agama, ini tentang kesalahan manusia dalam menerjemahkan agama.

Bagi saya ini cukup menarik, sedikit ironis malah. Di Indonesia yang 'katanya' beragam, religius dan sopan ini, ternyata masih ada anak-anak muda yang over-sensitif setiap kali diajak membicarakan hal-hal yang berbau agama. Alasan mereka kebanyakan "jangan membicarakan agama, nanti ada yang tersinggung" dan ya, memang benar banyak yang tersinggung lalu tanpa dasar kuat menuduh saya memojokkan agama tertentu. Di dunia maya, kebencian cepat sekali menular. Begitu gampang utk menjadi 'pahlawan agama' di dunia maya. Ketika beberapa kali saya tanya apa buktinya saya memojokkan agama, mereka berkata "dari statu-status anda, saya menangkap pesan kalau anda anti agama tertentu"

Disinilah masalahnya. Prasangka diatas segalanya. Prasangka adalah kebenaran bagi mereka. Dan karena sikap over-sensitif itu, mereka lebih memilih percaya dengan prasangka ketimbang percaya dengan kebenaran. Mereka menutup mata terhadap fakta bahwa prasangka mereka dibangun atas dasar keterbatasan wawasan/ilmu dalam menerjemahkan opini saya.

Jadi jelas sudah, mereka-mereka yang salah menerjemahkan agama nya, akan selalu salah dalam menerjemahkan apapun yang berbau agama. Ketika memasuki wilayah agama, mereka hanya memiliki kebencian, curiga dan naluri memusnahkan siapa saja yg mereka anggap "musuh". Sekali lagi, prasangka diatas kebenaran.

Disini saya sadar, bahwa selama ini yang menyukai saya/SID belum tentu mengerti akan lirik/esensi/pesan dari lagu-lagu SID. Disini juga saya sadar bahwa inilah yang kita sebut sebagai seleksi alam untuk menentukan siapa yang layak siapa yang tidak. Dan saya manusia yang cukup sadar dan tahu diri bahwa saya terlahir bukan untuk menjadi penjilat yang bisa menyenangkan hati semua orang.

Dalam kasus ini, saya melihat kehilangan penggemar/simpatisan adalah konsekwensi dalam usaha saya untuk menjadi seorang warga negara Indonesia yang menolak keras diskriminasi dan kekerasan atas dasar SARA.

Dan saya tidak pernah takut atas konsekwensi ini, karena saya/SID percaya diluar sana ada lebih banyak anak muda dengan pemikiran bersih yang -terlepas dari mereka suka musik SID atau tidak- lebih memilih percaya terhadap kemanusian, keadilan dan kebenaran.


Terima kasih,
 JRX

Jerinx: Dari Sudut Gelap Dunia Fashion

Jakarta - Sebelum tulisan ini saya lanjutkan, perlu saya pertegas jika konteks tulisan ini adalah mode cutting-edge sebagai bentuk perlawanan terhadap mode mainstream. Ya. Perlawanan. Seperti kita, khususnya yang masih punya otak, ketahui, industri mode mainstream melahirkan banyak sisi gelap nan kejam yang tercipta berkat trik-trik pemasaran ‘brilian’ mereka dengan anggaran miliaran: overkonsumerisme, adiksi akut terhadap sifat kepemilikan, yang pada akhirnya menjadikan manusia atau konsumennya sebagai mahkluk nihil esensi yang hanya mengejar citra. Dangkal.

Sesuai ‘status’-nya, merek-merek cutting-edge seharusnya menjadi bagian dari counter-culture atau bentuk perlawanan terhadap apapun yang ‘terlalu berkuasa dan merusak’. Dan di zaman global yang serba instan ini, merek apa saja yang mengaku diri sebagai ‘pelawan arus’ semestinya tidak lagi hanya berani ‘melawan’ secara desain dan kualitas (contoh: desain dan kata-kata provokatif dengan bahan berkualitas prime) karena percayalah, hal-hal tersebut sudah ‘disikat’ dan ‘dikemas’ dengan jauh lebih baik dan terkurasi oleh merek-merek mainstream yang ‘terlalu berkuasa’ itu. Jika perlawananmu hanya sebatas desain dan slogan tanpa didukung penekanan esensi dan attitude serta perilaku lapangan yang kuat, kamu akan selalu tertinggal. Dari sinilah ide tulisan ini muncul. You can’t be a wannabe and then expect a genuine love and respect from others just coz you’re playing it ‘safe’.

Jika secara desain dan kualitas kita sudah berada di level ‘bisa diadu’ dengan desain dan kualitas merek mainstream, untuk apa kita mengikuti cara-cara pemasaran mainstream yang 100% hanya bertujuan mencari keuntungan? Lalu apa bedanya kita dengan ‘mere-ka’? Yang membedakan institusi mainstream dengan institusi cutting-edge itu apa? Cari esensinya. Apa yang cutting-edge atau berbahaya tentang sebuah clothing brand yang tujuan utamanya hanyalah keuntungan, tanpa ada pesan perubahan DAN aksi nyata yang kita (sebagai generasi yang muak) ingin sampaikan atau lakukan terhadap peradaban yang makin berkarat ini? Apakah kita ingin meniru merek mainstream dan menjadikan semua konsumen kita sebagai ‘robot pembeli’ tanpa tahu esensi dan alasan apakah mereka ‘membutuhkan’ produk kita atau tidak? Apakah kita mendewakan konsumerisme yang nihil esensi? What’s so dangerous about that? Fuck your ‘cutting-edge’ bullshit if that’s your only goal. Jika dianalogikan dengan dunia musik, tak usah menjual citra indie, cutting-edge, berbahaya jika pesan, lirik, attitude yang disampaikan secara esensi tiada beda dengan band atau musisi mainstream yang cenderung menjual tema-tema ‘penumpulan syaraf kritis’. Sorry, kids, tapi dunia ini sudah lama terbakar dan membutuhkan ‘pengasah-pengasah’ syaraf untuk memadamkannya. Otherwise, we all just become slaves and we’re no other than ‘they are’: a robot, a money-making machine. Just another ‘born-school-work-death’ routine. Sedangkal itukah makna hidup kita?

So take a side, apakah kamu ingin menjadi ‘mereka’ yang ‘menjual’ dan ‘mengemas’ pemberontakan namun hampa kontribusi terhadap ‘perubahan’ itu sendiri (selain perubahan pada grafik saldo tabungan mereka, mungkin)? Atau kamu benar-benar ingin menjadi ‘musuh’ mainstream dan merubuhkan semua pakem-pakem bisnis konvensional, dan membuktikan pada ‘mereka’ jika tanpa mengikuti taktik pemsaran mereka yang ‘aman’ pun kita tetap bisa survive. Bahkan mungkin jadi lebih besar dari mereka.

My point is, untuk semua merek-merek yang mengklaim diri sebagai merek cutting-edge, buktikan identitas kalian bukan hanya ‘kulit’. Tidak hanya dengan menjadikan band atau musisi sebagai mannequin kalian, atau hanya dengan mengadakan dan mendukung acara-acara musik ‘hura-hura’ tanpa esensi perlawanan yang jelas. Give a real contribution and back it up with a real act. Take a look around. Apa yang membuat tidurmu tidak nyenyak? Alam atau lingkungan di daerahmu dirusak oleh penguasa atau investor rakus? Cari LSM yang menangani hal-hal seperti itu dan dukung setiap gerakan mereka dengan merekmu. Bosan melihat perlakuan homophobic masyarakat? Dukung komunitas-komunitas yang terasing dan jadikan mereka bagian dari merekmu. Muak melihat generasi-generasi masa kini yang semakin manja dan maunya serba instan dan trendy? Jangan ikuti kemauan mereka, lalu jejali mereka dengan argumen-argumen yang membuat mereka dan keluarganya menangis. Muak melihat anak-anak muda yang membanggakan pakaiannya hanya karena dipakai juga oleh seorang selebriti? Hajar mereka dengan ideologi dan penekanan esensi. Muak dengan acara-acara TV atau band-band yang ‘menumpulkan’ syaraf kritis dan merdeka kita sebagai manusia? Jangan dukung selebriti atau musisi tersebut dengan merekmu.

Itu hanya beberapa contoh, dan kalian bisa kembangkan kerangka pemikiran tersebut ke banyak aspek yang menurut kalian perlu ‘dilawan’. Jika dulu musik cutting-edge adalah perlawanan, maka kini adalah era di mana apa saja (termasuk pakaian) bisa kamu jadikan belati perlawanan. Semua tergantung pada caramu memaknai dan menjalani. Esensi, esensi dan esensi. Think out of the box: Jika idealis dalam bermusik itu wajar, kenapa idealis dalam memaknai pakaian itu tiba-tiba aneh?

Saya tahu, mematangkan sebuah ideologi itu berat dan mahal. Ia bukan seperti mie instan yang tinggal rebus lalu dimakan begitu saja. Kita seringkali ‘menyerah’ di titik argumen agung para mainstream, “Hidup memang harus seperti itu, kalau mau aman ya harus begini harus begitu bla bla bla.” Fuck that! We have brains, and it’s limitless. Kita manusia, bukan robot. Dan ‘tembok-tembok’ kanker peradaban (overkonsumerisme, pembodohan, pencitraan nihil esensi, kerakusan penguasa dan lain-lain) bisa kita rubuhkan secara perlahan jika kita punya cukup pengetahuan dan nyali untuk melakukannya. Serang dari segala sisi. Dukung setiap perlawanan terhadap ‘tembok-tembok’ tersebut. Itu baru BERBAHAYA, and that’s when you can call yourself a CUTTING-EDGE brand.

Cheers!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes