Menuju Temaram. Kilas sebuah lagu
Nilai Religiusitas Pada Lirik Lagu “Menuju
Temaram” Cipt. Gede Ari Astina
Menuju temaram merupakan sebuah judul yang sangat dalam
makna juga tinggi nilai estetiknya. Disini dapat diartikan ‘menuju’ secara
logis diartikan ‘mengarah ke’. Temaram digunakan
Temaram
adalah sebuah simbol dimana suatu keadaan
atau suasana dikala siang akan berganti malam, atau suasana disaat matahari
akan tenggelam di ufuk barat dan akan datang gelap, keadaan seperti ini sering
disebut orang awam adalah senja. Sering juga kata ‘senja’ dewasa ini dikaitkan
dengan umur manusia, misalnya “orang itu berumur senja”, artinya orang itu
telah berumur tua, atau mungkin hampir meninggal dunia.
Jika
kedua kata tersebut digabungkan menjadi sebuah judul “Menuju Temaram”. Dapat
disimpulkan bahwa si pengarang lagu ini ingin menyampaikan dan menggambarkan
keadaan sosok manusia yang menjelang ‘hilang’, ataupun sesaat ketika kematian
atau ajal menjemput. Dalam istilah orang muslim keadaan ini disebut sakarotull
maut.
Langsung
saja perhatikan lirik pada bait pertama lagu Menuju Temaram ciptaan dari Gede
Ari Astina atau yang akrab disebut Jerinx.
"Lorong sunyi tembok putih, selimut
yang terlipat rapi...
Jejak langkah nan kian mendekat, inilah saatnya..."
Pada lirik di atas, digambarkan sebuah ruangan atau
tempat dimana dengan warna cat tembok putih dan memiliki sebuah lorong dengan
suasana sunyi atau tidak ramai atau juga tenang. Juga terdapat selimut yang
terlipat rapi, secara logika selimut yang sudah terlipat rapi bisa juga habis
digunakan kemudian dilipat lagi, bisa juga belum dipakai karena masih terlipat
rapi. Untuk mengetahui apakah selimut itu sudah dipakai atau belum dapat
dijelaskan pada baris kedua lirik di atas. Baris kedua digambarkan ada
seseorang yang telah mendengar jejak langkah yang semakin mendekat, berarti
terdapat seorang yang berada di ruangan tersebut. Dari situ disimpulkan bahwa
selimut itu sehabis dipakai oleh orang yang mendengar jejak langkah kaki yang
semakin mendekat kemudian selimut itu sudah tidak dipakai dan dilipat rapi.
Dari simbol-simbol di atas seperti lorong sunyi, tembok putih, selimut terlipat
rapi dapat digaris bawahi bahwa latar yang terjadi pada sebuah rumah sakit.
‘Inilah saatnya’, kata tersebut mungkin disimbolkan
oleh Jerinx untuk menggambarkan bahwa orang yang di dalam ruangan itu ingin
segera berpamitan kepada seseorang yang akan datang itu, seseorang yang belum
terlihat tetapi sudah terdengar jejak langkahnya yang semakin mendekat. Mungkin
si tokoh yang digambarkan Jerinx dalam lirik ini sudah merasa bahwa ajal
sebentar lagi menjemputnya dan ia ingin berpamitan atau sekedar meminta maaf
kepada seseorang yang akan datang dari lorong rumah sakit tersebut.
"Kumenanti yang tercinta, cabut jarum dari
nadiku
Semerbak mawar yang menghitam, jatuh dan
terpendam"
Si tokoh yang menjelang kematiannya berharap bahwa
suara langkah yang semakin dekat itu adalah orang yang sangat dicintainya.
‘Cabut jarum dari nadiku’ dapat diartikan infus yang tertancap di pergelangan tangan
tokoh itu. Atau juga dapat diartikan begitu sakitnya, karena nadi tertancap
sebuah jarum.
Si tokoh yang menjelang kematiannya berharap ia
ingin bertemu untuk yang terakhir kalinya dengan seseorang yang sangat
dicintainya, ia juga merasakan betapa sakitnya ketika hampir tiada, dan ia
ingin menyudahi kesakitannya itu ditangan atau dipangkuan kekasihnya (orang
yang sangat dicintainya). “Semerbak mawar yang menghitam” diartikan bunga mawar
yang dahulu semerbak, indah, segar ketika masih merah, sekarang sudah layu atau
mati karena tlah berganti warna menjadi hitam yang kemudian berjatuhan di
tanah, lalu tertimbun lapisan-lapisan tanah, lama kelamaan akan hancur lebur
dalam tanah.
Jika diartikan ataupun simbol itu diterapkan kepada
tokoh, tokoh tersebut benar-benar sudah mulai layu atau merasakan kematiannya,
ia juga sadar tak lama lagi ia akan segera dipendam dalam tanah, sama sepeti
halnya mawar yang layu, kemudian berjatuhan dan akhirnya akan melebur dengan
tanah.
"Oh sudah maafkanlah hati ini,
Sejuta mimpi yang tertunda..."
Si tokoh bertanya-tanya, apakah semua orang sudah
memaafkan dirinya atas apa yang ia lakukan di dunia?, dan ia berharap semua
orang agar memaafkannya karena ia sudah tak sanggup untuk meminta maaf kepada
orang-orang yang pernah disakitinya. Si tokoh juga masih mempunyai banyak
impian yang belum ia capai semasa di dunia. Tetapi apa boleh buat, dengan
kematian yang menimpa dirinya, ia belum sempat untuk meminta maaf kepada
orang-orang yang telah disakitinya, dengan terpaksa ia juga
harus meninggalkan impian-impiannya.
"Tangan kecil bidadari, lembutnya menyentuh
pipiku
Temaram senja yang menghadang rapuh ku
menghilang"
Si tokoh yang telah meninggal merasakan ada suatu
belaian tangan dengan ukuran kecil yang sangat halus, mesra, lembut menempel di
pipinya. ‘Tangan kecil bidadari’, sepertinya Jerinx ingin menyampaikan tangan
siapa yang membelai pipi tokoh itu dengan simbol ‘tangan kecil’ ‘bidadari’.
Berdasarkan simbol itu disimpulkan bahwa yang membelai tokoh tersebut adalah
anak perempuan dari si tokoh yang masih kecil, karena dapat dirasakannya ukuran
tangan yang kecil. Kenapa anaknya perempuan?. Karena simbol dari ‘bidadari’. Si
tokoh yang telah meninggal tersebut mendapat belaian dari anak perempuannya
yang masih kecil dengan mesra, halus, lembut, mungkin belaian itu yang terakhir
ia dapatkan dari anaknya.
‘Senja’ digambarkan matahari akan tenggelam dan
akan datang malam yang gelap. Kematian si tokoh itu pada saat suasana senja, ia
merasa sangat rapuh dalam kematiannya, dan seketika merasa ia sudah berada di
alam lain yang serba gelap, tidak lagi berada di alam bumi. Ia merasa lama
semakin lama semakin gelap di alam itu, si tokoh yang sangat rapuh tidak bisa
apa-apa, ia hanya bisa melihat gelap yang mengelilingi di sekitar.
"Oh Tuhan maafkanlah dosa ini,
Yang tak semewangi berdiri..."
Pengampunan, makna dari penggaalan lirik di atas
bisa juga diartikan seperti demikian. Si tokoh terlihat sangat menyesal atas
dosa-dosa yang ia perbuat semasa masih hidup. Jika ia tahu akan datang
kematian, mungkin ia akan selalu berbuat baik sebelumnya, sebelum meninggal,
disimbolkan dengan ‘semewangi berdiri’. Yang ia harapkan sekarang hanyalah
pengampunan, pengampunan dari Tuhan atas segala dosa-dosa yang ia perbuat
sewaktu masih hidup.
"Ku dengar malaikat bernyanyi, nyanyikan lagu
tentang mimpi,
Mimpi indah yang ku tinggalkan
kini..."
Surga adalah impian bagi setiap manusia. Di alam
kubur, si tokoh mendengar malaikat bernyanyi. Malaikat yang bernyanyi disini
digambarkan sesuatu yang baik, seperti suatu amal-amal kebaikan,
tindakan-tindakan baik, dan sebagai hadiah dari perbuatan baik itu adalah
surga, yang menurut si tokoh itu hanyalah sebuah mimpi saja. Karena semasa
hidup si tokoh sering berbuat jahat, berbuat dosa. Ya, namanya saja manusia
pasti pernah melakukan perbuatan jahat dan dosa. Tetapi kini keinginan si tokoh
untuk menambah perbuatan baik sudah musnah, yang tersisa hanyalah perhitungan
seberapa banyak si tokoh berbuat baik dan seberapa banyak si tokoh berbuat
buruk semasa hidupnya. Ia juga tak bisa menambah lagi perbuatan baiknya agar
dalam perhitungan itu lebih berat perbuatan baiknya. Semua impiannya sudah
musnah, dan perhitungan baik buruk sudah dimulai. Yang ia lakukan hanyalah
pasrah, mudah-mudahan amal/perbuatan baiknya lebih berat, sehingga ia dapat
masuk surga. Seperti yang telah disebutkan diatas ‘malaikat yang bernyanyi’
bahwasanya jika amal/kebaikan lebih berat akan dihadiahi surga oleh Tuhan.
"Sebut namaKu skali saja, ku kan slalu ada di
sana
Di sisiKu kau kan kujaga
selama-lamanya...."
Mungkin lewat penggalan lirik di atas Jerinx ingin
menggambarkan sosok Tuhan, jikalau manusia selalu menyebut nama Tuhan, maka
Tuhan selalu melindunginya dimanapun manusia berada. Tuhan juga akan melindungi
dan menjaga umatnya selama-lamanya.